Rabu, 27 April 2011

tugas uts 610062

Definisi Kesehatan Reproduksi Remaja
Oleh admin pada Kam, 03/13/2008 - 15:39.
Remaja didefinisikan sebagai masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa.  Batasan usia remaja menurut WHO (badan PBB untuk kesehatan dunia) adalah 12 sampai 24 tahun.  Namun jika pada usia remaja seseorang sudah menikah, maka ia tergolong dalam dewasa atau bukan lagi remaja.  Sebaliknya, jika usia sudah bukan lagi remaja tetapi masih tergantung pada orang tua (tidak mandiri), maka dimasukkan ke dalam kelompok remaja.
Apa yang dimaksud dengan reproduksi?
Secara sederhana reproduksi berasal dari kata re = kembali dan produksi = membuat atau menghasilkan, jadi reproduksi mempunyai arti suatu proses kehidupan manusia dalam menghasilkan keturunan demi kelestarian hidup.
Apasih Kesehatan reproduksi itu?
KESEHATAN REPRODUKSI (kespro) adalah Keadaan sejahtera fisik, mental dan sosial yang utuh dalam segala hal yang berkaitan dengan fungsi, peran & sistem reproduksi (Konferensi International Kependudukan dan Pembangunan, 1994).
Bagaimana cakupan pelayanannya?
Cakupan pelayanan kesehatan reproduksi:
  • konseling dan informasi Keluarga Berencana (KB)
  • pelayanan kehamilan dan persalinan (termasuk: pelayanan aborsi yang aman, pelayanan bayi baru lahir/neonatal)
  • pengobatan infeksi saluran reproduksi (ISR) dan penyakit menular seksual (PMS), termasuk pencegahan kemandulan
  • Konseling dan pelayanan kesehatan reproduksi remaja (KRR)
  • Konseling, informasi dan edukasi (KIE) mengenai kespro
Apa itu Kesehatan Reproduksi Remaja?
Kesehatan reproduksi remaja adalah suatu kondisi sehat yang menyangkut sistem, fungsi dan proses reproduksi yang dimiliki oleh remaja.  Pengertian sehat disini tidak semata-mata berarti bebas penyakit atau bebas dari kecacatan namun juga sehat secara mental serta sosial kultural.
Mengapa Remaja Perlu Mengetahui Kesehatan Reproduksi?
Remaja perlu mengetahui kesehatan reproduksi agar memiliki informasi yang benar mengenai proses reproduksi serta berbagai faktor yang ada disekitarnya.  Dengan informasi yang benar, diharapkan remaja memiliki sikap dan tingkah laku yang bertanggung jawab mengenai  proses reproduksi.
Pengetahuan dasar apa yang perlu diberikan kepada remaja agar mereka  mempunyai kesehatan reproduksi yang baik?
  • Pengenalan mengenai sistem, proses dan fungsi alat reproduksi (aspek tumbuh kembang remaja)
  • mengapa remaja perlu mendewasakan usia kawin serta bagaimana merencanakan kehamilan agar sesuai dengan keinginnannya dan pasanganya
  • Penyakit menular seksual dan HIV/AIDS serta dampaknya terhadap kondisi kesehatan reproduksi
  • Bahaya narkoba dan miras pada kesehatan reproduksi
  • Pengaruh sosial dan media terhadap perilaku seksual
  • Kekerasan seksual dan bagaimana menghindarinya
  • Mengambangkan kemampuan berkomunikasi termasuk memperkuat kepercayaan diri agar mampu menangkal hal-hal yang bersifat negatif
  • Hak-hak reproduksi
Siapa saja yang Perlu Diberitahu Perihal Informasi Kesehatan Reproduksi?
Proses reproduksi merupakan proses melanjutkan keturunan yang menjadi tanggung jawab bersama laki-laki maupun perempuan.  Karena itu baik laki-laki maupun perempuan harus tahu dan mengerti mengenai berbagai aspek kesehatan reproduksi.  Kesalahan dimana persoalan reproduksi lebih banyak menjadi tanggung jawab perempuan tidak boleh terjadi lagi.

tugas uts 610062


Seksualitas Remaja Indonesia
Oleh redaksi pada Rab, 01/02/2008 - 11:06.
Oleh: Siti Rokhmawati Darwisyah 
Sebuah survei terbaru terhadap 8084 remaja laki-laki dan remaja putri usia 15-24 tahun di 20 kabupaten pada empat propinsi (Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur dan Lampung) menemukan 46,2% remaja masih menganggap bahwa perempuan tidak akan hamil hanya dengan sekali melakukan hubungan seks. Kesalahan persepsi ini sebagian besar diyakini oleh remaja laki-laki (49,7%) dibandingkan pada remaja putri (42,3%) (LDFEUI & NFPCB, 1999a:92).
Dari survei yang sama juga didapatkan bahwa hanya 19,2% remaja yang menyadari peningkatan risiko untuk tertular PMS bila memiliki pasangan seksual lebih dari satu. 51% mengira bahwa mereka akan berisiko tertular HIV hanya bila berhubungan seks dengan pekerja seks komersial (PSK) (LDFEUI & NFPCB, 1999b:14).
Sumber Informasi Kesehatan Reproduksi

Remaja seringkali merasa tidak nyaman atau tabu untuk membicarakan masalah seksualitas dan kesehatan reproduksinya. Akan tetapi karena faktor keingintahuannya mereka akan berusaha untuk mendapatkan informasi ini. Seringkali remaja merasa bahwa orang tuanya menolak membicarakan masalah seks sehingga mereka kemudian mencari alternatif sumber informasi lain seperti teman atau media massa.
Kebanyak orang tua memang tidak termotivasi untuk memberikan informasi mengenai seks dan kesehatan reproduksi kepada remaja sebab mereka takut hal itu justru akan meningkatkan terjadinya hubungan seks pra-nikah. Padahal, anak yang mendapatkan pendidikan seks dari orang tua atau sekolah cenderung berperilaku seks yang lebih baik daripada anak yang mendapatkannya dari orang lain (Hurlock, 1972 dikutip dari Iskandar, 1997).
Keengganan para orang tua untuk memberikan informasi kesehatan reproduksi dan seksualitas juga disebabkan oleh rasa rendah diri karena rendahnya pengetahuan mereka mengenai kesehatan reproduksi (pendidikan seks). Hasil pre-test materi dasar Reproduksi Sehat Anak dan Remaja (RSAR) di Jakarta Timur (perkotaan) dan Lembang (pedesaan) menunjukkan bahwa apabila orang tua merasa meiliki pengetahuan yang cukup mendalam tentang kesehatan reproduksi, mereka lebih yakin dan tidak merasa canggung untuk membicarakan topik yang berhubungan dengan masalah seks (Iskandar, 1997:3).
Hambatan utama adalah justru bagaimana mengatasi pandangan bahwa segala sesuatu yang berbau seks adalah tabu untuk dibicarakan oleh orang yang belum menikah (Iskandar, 1997:1).
Sikap Remaja terhadap Kesehatan Reproduksi

Responden survei remaja di empat propinsi yang dilakukan pada tahun 1998 memperlihatkan sikap yang sedikit berbeda
dalam memandang hubungan seks di luar nikah. Ada 2,2% responden setuju apabila laki-laki berhubungan seks sebelum
menikah. Angka ini menurun menjadi 1% bila ditanya sikap mereka terhadap perempuan yang berhubungan seks sebelum menikah. Jika hubungan seks dilakukan oleh dua orang yang saling mencintai, maka responden yang setuju menjadi 8,6%. Jika mereka berencana untuk menikah, responden yang setuju kembali bertambah menjadi 12,5% (LDFEUI & NFPCB, 1999a:96-97).
Sebuah studi yang dilakukan LDFEUI di 13 propinsi di Indonesia (Hatmadji dan Rochani, 1993) menemukan bahwa sebagian besar responden setuju bahwa pengetahuan mengenai kontrasepsi sudah harus dimiliki sebelum menikah.
Perilaku Seksual Remaja

Survei remaja di empat propinsi kembali melaporkan bahwa ada 2,9% remaja yang telah seksual aktif. Persentase remaja
yang telah mempraktikkan seks pra-nikah terdiri dari 3,4% remaja putra dan 2,3% remaja putri (LDFEUI & NFPCB,
1999:101). Sebuah survei terhadap pelajar SMU di Manado, melaporkan persentase yang lebih tinggi, yaitu 20% pada remaja putra dan 6% pada remaja putri (Utomo, dkk., 1998).
Sebuah studi di Bali menemukan bahwa 4,4% remaja putri di perkotaan telah seksual aktif. Studi di Jawa Barat menemukan perbedaan antara remaja putri di perkotaan dan pedesaan yang telah seksual aktif yaitu berturut-turut 1,3% dan 1,4% (Kristanti & Depkes, 1996: Tabel 8b).
Sebuah studi kualitatif di perkotaan Banjarmasin dan pedesaan Mandiair melaporkan bahwa interval 8-10 tahun adalah
rata-rata jarak antara usia pertama kali berhubungan seks dan usia pada saat menikah pada remaja putra, sedangkan pada remaja putri interval tersebut adalah 4-6 tahun (Saifuddin dkk, 1997:78).
Tentu saja angka-angka tersebut belum tentu menggambarkan kejadian yang sebenarnya, mengingat masalah seksualitas termasuk masalah sensitif sehingga tidak setiap orang bersedia mengungkapkan keadaan yang sebenarnya. Oleh karena itu, tidaklah mengejutkan apabila angka sebenarnya jauh lebih besar daripada yang dilaporkan.
Daftar Pustaka

Iskandar, Meiwita B. "Hasil Uji Coba Modul Reproduksi Sehata Anak & Remaja untuk Orang Tua." Makalah pada Lokakarya Penyusunan Rencana Pengembangan Media, diselenggarakan oleh PKBI, Jakarta, 20-21 Mei 1997.
Kristanti, Ch. M dan Depkes. Status Kesehatan Remaja Propinsi Jawa Barat dan Bali: Laporan Penelitian 1995/1996. Jakarta: Depkes-Binkesmas-Binkesga, 1996.
LDFEUI dan NFPCB. Baseline Survey of Young Adult Reproductive Welfare in Indonesia 1998/1999 Book I. Jakarta: LDFEUI dan NFPCB, Juli 1999a.
LDFEUI dan NFPCB. Baseline Survey of Young Adult Reproductive Welfare in Indonesia 1998/1999. Executive Summary and Recommendation Program. Jakarta: LDFEUI dan NFPCB, Juli 1999b.
Rosdiana, D. Pokok-Pokok Pikiran Pendidikan Seks untuk Remaja. Dalam N. Kollman (ed). Kesehatan Reproduksi Remaja. Jakarta: Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia, 1998:9-20.
Saifuddin, A. F., dkk. Perilaku Seksual Remaja di Kota dan di Desa: Kasus Kalimantan Selatan. Depok: Laboratorium Antropologi, FISIP-UI, 1997.
Utomo, B., Haryanto B. Dharmaputra, D. Hartono, R. Makalew, dan J. Moran Mills. Baseline STD/HIV/Risk Behavioral Surveillance 1996: Result from the Cities of North Jakarta, Surabaya, and Manado. Jakarta: Center for Health Research University of Indonesia, the Ministry of Health RI, dan HAPP/Family Health International, 1998. 

tugas uts 610062


Strategi Memperluas Pendekatan Inovatif pada Program Kesehatan Reproduksi Remaja di Asia
Oleh redaksi pada Rab, 01/02/2008 - 10:15.
Pendahuluan  
Program kesehatan reproduksi remaja mulai menjadi perhatian pada beberapa tahun terakhir ini karena beberapa alasan:
  • Ancaman HIV/AIDS menyebabkan perilaku seksual dan kesehatan reproduksi  remaja muncul ke permukaan. Diperkirakan 20-25% dari semua infeksi HIV di dunia terjadi pada remaja1. Demikian pula halnya dengan kejadian PMS yang tertinggi di remaja, khususnya remaja perempuan, pada kelompok usia 15-292.
  • Walaupun angka kelahiran pada perempuan berusia di bawah 20 tahun menurun, jumlah kelahiran pada remaja meningkat karena pertumbuhan populasi remaja. Diperkirakan bahwa 40% dari semua anak perempuan berusia 14 tahun yang hidup akan hamil paling tidak sekali saat mereka berumur 20 tahun3.  Selain itu, sebagian besar mereka masih belum memiliki akses untuk mendapatkan pendidikan seksual atau kesehatan reproduksi serta pelayanan yang dibutuhkan.
  • Bila pengetahuan mengenai KB dan metode kontrasepsi meningkat pada pasangan usia subur yang sudah menikah, tidak ada bukti yang menyatakan hal serupa terjadi pada populasi remaja.
  • Pengetahuan dan praktik pada tahap remaja akan menjadi dasar perilaku yang sehat pada tahapan selanjutnya dalam kehidupan. Sehingga, investasi pada  program kesehatan reproduksi remaja akan bermanfaat selama hidupnya.  
  • Kelompok populasi remaja  sangat besar; saat ini lebih dari separuh populasi dunia berusia di bawah 25 tahun dan 29% berusia antara 10-25 tahun.
Menanggapi hal itu, program aksi ICPD (alinea 7.41 sampai 7.48; lihat hal ix- xi) menyarankan bahwa respon masyarakat terhadap kebutuhan kesehatan reproduksi remaja haruslah berdasarkan informasi yang membantu mereka menjadi dewasa yang dibutuhkan untuk membuat keputusan yang bertanggung jawab.  
Walaupun telah diketahui secara luas kewajiban untuk memenuhi kebutuhan kesehatan seksual dan reproduksi remaja, tetap saja pelayanannya tertinggal jauh. Sebelumnya, telah ada proyek inovatif skala kecil, namun sangat sedikit usaha yang diambil untuk memperluasnya. Sebagai hasilnya, proyek skala kecil ini tidak memproduksi pola program yang dapat diterima secara luas untuk kesehatan reproduksi remaja. Pada saat bersamaan, ada keterbatasan pengalaman baik untuk manajemen program maupun implikasi terhadap sumber daya. Sehingga aksi proaktif dibutuhkan untuk memperluas inovasi ini dengan mulus dan cost-effective.
 
Strategi untuk Pembenahan
 
Secara umum, proses untuk memperluas inovasi baru melalui tiga fase: inovasi, demonstrasi dalam latar program yang realistis dan ekspansi yang luas 
Selama fase inovasi, efektivitas merupakan masalah utama. Pertanyaan kunci yang harus djawab adalah  --apakah tujuan itu dapat dicapai dan bagaimana? Efikasi program intervensi diidentifikasi melalui proses percobaan. Inovasi mungkin terjadi di banyak negara dan dilaksanakan di banyak organisasi dalam sebuah negara.
Sehingga, sangat bermanfaat untuk dokumentasi sebuah inovasi yang menjanjikan dan menyebarluaskan pengalaman dan pelajaran yang didapat.
 
Efisiensi menjadi masalah utama selama fase demonstrasi. Inovasi dilakukan untuk melihat apakah mereka dapat disederhanakan dan jika ada kegiatan yang tidak perlu atau tidak efektif dapat dihilangkan. Sehingga inovasi yang terencana ini dilakukan dalam latar program yang realistis untuk evaluasi dampak dan identifikasi  kegiatan yang dibutuhkan jika intervensi akan dilakukan dengan lebih luas.
 
Pada akhirnya, akan dikembangkan strategi perluasan. Bagaimana untuk memperluas dengan mempertahankan efektivitas dan efisiensi dari pengalaman yang didemonstrasikan menjadi fokus utama selama fase ini. Banyak manajer di tingkat menengah dan bawah butuh dilatih sebelum program intervensi dapat dilaksanakan dengan skala luas.



 
Dipandu dengan proses di atas, strategi ICOMP terdiri dari:




  1. Dokumentasi  program kesehatan seksual dan reproduksi remaja yang inovatif dan berhasil;
  2. Diseminasi temuan dari hasil tersebut;
  3. Lokakarya regional dan nasional untuk penyebaran yang lebih merata dari hasil dokumentasi dan advokasi kesehatan seksual dan reproduksi remaja;
  4. Jejaring (networking). Pembentukan jejaring untuk berbagi informasi dan keahlian serta pemberdayaan pada remaja yang aktif di bidang kesehatan seksual dan reproduksi;
  5. Pelatihan pada pelatih dan manajer, pengembangan kurikulum pelatihan, pelatihan petugas kesehatan dan konselor bekerja sama dengan lembaga ahli.
  6. Menjalin hubungan (linkages).  Bekerja sama dengan LSM, donor  dan pakar untuk memberikan bantuan kepada organisasi dan pemerintah diharapkan mampu memperluas proyek inovatif.
Dengan dukungan SIDA, ICOMP memulai dengan identifikasi dan dokumentasi dari  lima pendekatan inovatif pada kesehatan reproduksi remaja di Asia; India, Malaysia, Filipina, Sri Lanka dan Thailand. Dokumentasi meliputi tiga hal: (1)  pelayanan;  (2)  kebutuhan manajerial; dan  (3) biaya.
Sebagai tindak lanjut dari proses dokumentasi, sebuah lokakarya regional dengan dukungan SIDA, mengenai Pendekatan Inovatif dalam Program Kesehatan Reproduksi Remaja diadakan pada bulan Juni 1995. Lokakarya itu dihadiri oleh para inovator, manajer program, LSM, badan pemerintah dan internasional.




Pendidikan Kesehatan seksual dan reproduksi  (Sri Lanka)
Dengan dukungan dan kerjasama dari pihak sekolah, Asosiasi Keluarga Berencana Sri Lanka (Family Planning Association of Sri Lanka/FPASL) mampu memberikan topik pendidikan kesehatan seksual dan reproduksi ke sekolah di Sri Lanka, lalu mencakup hampir 200.000 anak sekolah usia 14-18 tahun dengan informasi mengenai fisiologi, reproduksi, dan penyakit. Tujuan utama dari pendidikan kesehatan seksual dan reproduksi remaja adalah untuk membantu remaja dalam mendapatkan pengetahuan mengenai reproduksi, seksualitas, dan PMS termasuk HIV/AIDS.
Proyek ini merupakan program yang berbasis di sekolah di mana guru yang terlatih mengadakan sesi selama  3 jam pada topik yang berhubungan dengan kesehatan seksual dan reproduksi remaja menggunakan materi audio-visual yang beragam. Guru perempuan dengan pengalaman mengajar bidang sains dipilih sebagai guru proyek. Sebelum proyek berjalan, mereka menghadiri pelatihan 6 bulan dan mengembangkan materi KIE untuk digunakan dalam proyek. Kepala proyek membantu guru yang terlibat proyek yang bertanggung jawab untuk masalah administrasi dan mengatur semua keperluan organisasi untuk kelas mengajar. Mereka juga dilatih dalam program pelatihan 6 minggu.
 
Pencegahan AIDS melalui Pendidikan Nasional dan Konseling Informal: Menjangkau Remaja Bekerja di Pabrik (Thailand)
 
Walaupun Thailand mempunyai banyak pengalaman di bidang pencegahan HIV/AIDS, perhatian difokuskan untuk mengatasi peningkatan kejadian infeksi HIV pada remaja pekerja pabrik. Proyek itu merupakan upaya pertama untuk menjangkau kelompok remaja.
Ada tiga kegiatan utama dari  proyek: (1) Pengembangan materi pelatihan dan pendidikan untuk kelompok sasaran; (2) pelatihan pelatih; dan (3) pelatihan manajer atau pemilik  pabrik dan remaja pekerja pabrik.  
Proyek ini menyadari bahwa memiliki pengertian yang menyeluruh dari kesehatan reproduksi dapat memperkuat pemahaman mereka mengenai HIV/AIDS dan pencegahannya, sehingga membuat proyek pencegahan HIV/AIDS lebih efektif.  Untuk itulah, proyek akan mengadopsi pendekatan kesehatan reproduksi pada fase kedua dari pelaksanaan proyek. Pada saat bersamaan, akan ditekankan pada keterampilan pencegahan.
 
Young Inspirers (YI): Menjadikan Kesehatan Seksual dan Reproduksi Sebuah Isu Pada Remaja (India)

Nilai agama dan budaya sangat kuat mengakar di Lucknow, India. Dalam lingkungan inilah sekelompok remaja memberikan informasi dan konseling mengenai seksualitas dan kesehatan reproduksi remaja. Sejak 1993, Young Inspirers (YI) telah membangkitkan partisipasi remaja melalui pendekatan partisipatoris dalam implementasi program. Remaja dapat menyampaikan minat mereka dan menyarankan cara mengatasi masalah. Mereka yang dijangkau oleh YI didorong untuk menyebarkan pesan ke keluarga dan teman mereka lalu menciptakan efek berulang.
 
Youth Advisory Centre (Malaysia)
Pusat Penasehat Remaja (Youth Advisory Centre/YAC) telah menyediakan ruang untuk remaja sejak 1979. Remaja yang datang ke YAC memiliki akses informasi, pelayanan (konseling dan keterampilan pelatihan), sebuah perpustakaan dan yang terpenting, seseorang yang mau mendengarkan mereka. YAC menjalankan kegiatan outreach di mana remaja di sekolah dan di luar sekolah terjangkau. Remaja di sekolah dididik mengenai kesehatan, seksualitas, komunikasi dan pemecahan masalah melalui bermain peran dan permainan sangat tenar. Lokakarya di pabrik khusus ditargetkan untuk remaja perempuan. Karena masalah peraturan, YAC tidak menyediakan pelayanan kontrasepsi. Namun demikian, YAC telah mengembangkan rujukan dengan dokter sukarela sehingga remaja memiliki akses untuk mendapatkan pelayanan itu.
 
 
Development and Family Life Education for Youth (Filipina)
Program Pengembangan dan Pendidikan Kehidupan Keluarga Bagi Remaja (Development and Family Life Education for Youth) telah mampu mengumpulkan dukungan untuk kegiatannya karena mereka melaksanakannya dalam kenyataan kontemporer dari perilaku seksual remaja yang sensitif untuk budaya lokal.
Program ini terdiri dari Pusat Remaja yang diatur oleh sukarelawan remaja terlatih. Pusat ini dibuka setiap hari dari pukul 9 pagi sampai sore, dilengkapi dengan fasilitas rekreasi dan perpustakaan mini. Ruangan terpisah disediakan untuk pelayanan konseling dan hotline telepon. Ruang penerimaan dilengkapi dengan fasilitas audio-visual dan permainan dalam ruangan, digunakan untuk  focus group discussions, pertemuan dan seminar dan interaksi sosial. Sebagai tambahan pula, kegiatan outreach mencakup peningkatan pendapatan proyek juga dilakukan.
Source: INTERNATIONAL COUNCIL ON MANAGEMENT OF POPULATION PROGRAM WEBSITE (http://www.icomp.org.my/inno2/inno2c1.htm)